Sabtu, 12 November 2016

PARAGRAF DEDUKTIF DAN INDUKTIF

1. Paragraf Deduktif

Paragraf deduktif adalah suatu Paragraf yang kalimat utamanya terletak di awal Paragraf. Paragraf ini diawali dengan pernyataan yang bersifat umum dan kemudian dilengkapi dengan penjelasan-penjelasan khusus yang berupa contoh-contoh, rincian khusus, bukti-bukti dan lain-lain.
CONTOH :
Tikus adalah musuh petani yang sangat merugikan. Berpuluh-puluh hektar lebih sawah di berbagai daerah mengalami gagal panen disebabkan padinya dimakan tikus.Tanaman lain seperti singkong pun tak luput menjadi korbannya, bahkan buah petai cina yang sudah tua juga habis digerogoti binatang ini. Tak hanya itu saja bahkan binatang ternak seperti ayam dan bebek pun juga diserang tikus
 
 
2. Paragraf Induktif
Kalimat utama Paragraf induktf terletak pada bagian akhir Paragraf. Paragraf ini diawali dengan kalimat-kalimat penjelas yang berupa fakta, contoh-contoh, rincian khusus maupun  bukti-bukti yang kemudia disimpulkan atau digeneralisasikan ke dalam satu kalimat pada akhir Paragraf.
CONTOH :
Pada era persaingan dunia kerja yang semakin kompetitif seperti saat ini. Seseorang yang menguasai Bahasa Inggris otomatis akan memiliki peluang yang lebih besar di dunia kerja. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki kemampuan Bahasa Inggris peluangnya akan semakin kecil untuk memasuki dunia kerja khususnya untuk dapat diterima sebagai karyawan. Itulah kenapa penguasaan Bahasa Inggris sangat diperlukan untuk menambah kompetensi di dunia kerja

Senin, 07 November 2016

KALIMAT EFEKTIF



Contoh kalimat, berdasarkan ciri-ciri kalimat efektif :

1.      Kesepadanan
·        Bagi semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus membayar uang kuliah. (tidak efektif)
·        Semua mahasiswa perguruan tinggi ini harus membayar uang kuliah. (efektif)

2.      Kesejajaran
·         Durian itu dimakan Rere setelah buah membelahnya. (tidak efektif)
·         Durian itu dimakan Rere setelah buahnya dibelah.(efektif)

3.      Ketegasan
A.    Meletakkan kata yang ditonjolkan itu di awal kalimat.
·         Presiden mengharapkan agar rakyat membangun bangsa dan negara ini. (tidak efektif)
·         Harapan presiden ialah agar rakyat membangun bangsa dan negaranya. (efektif)
B.     Membuat urutan kata yang bertahap.
·         Bukan sejuta, seribu, atau seratus, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada korban tsunami di Aceh. (tidak efektif)
·         Bukan seratus, seribu, atau seratus ribu, tetapi berjuta-juta rupiah, telah disumbangkan kepada korban tsunami di Aceh. (efektif)
C.     Melakukan pengulangan kata.
·         Film itu tertarik, film itu terharu.(tidak efektif)
·         Film itu menarik, film itu mengharukan. (efektif)
D.    Mempergunakan partikel –lah, -pun, dan –kah.
·         Yang akan bertanggung jawab dialah. (tidak efektif)
·         Dialah yang akan bertanggung jawab. (efektif)
·         minumnya aqua dingin, apapun makananya. (tidak efektif)
·         Apapun makananya, minumnya aqua dingin. (efektif)
·         Dia mengerti akankah maksudku ? (tidak efektif)
·         Akankah dia mengerti maksudku ? (efektif)

4.      Kehematan
·         Akibat ia tidak mengerjakan tugas, ia dimarahi oleh guru. (tidak efektif)
·         Akibat tidak mengerjakan tugas, ia dimarahi oleh guru. (efektif)

5.      Kecermatan
·         Guru baru pergi ke ruang kepsek. (tidak efektif)
·         Guru yang baru pergi ke ruang kepsek. (efektif)

6.      Kepaduan
·         Orang itu menceritakan tentang pegalaman masa lalunya. (tidak efektif)
·         Orang itu menceritakan pengalaman masa lalunya. (efektif)

7.      Kelogisan
·         Kepada Bapak Direktur, waktu dan tempat kami persilahkan. (tidak efektif)
·         Kepada Bapak Direktur, kami persilahkan. (efektif)

Sabtu, 29 Oktober 2016

RAGAM BAHASA



Nama : Bobot Arcanggi
NPM    : 22214210
Kelas    : 3EB18


Ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara,kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta medium pembicara.

A. Ragam Bahasa Berdasarkan Media :
MEDIA LISAN      : bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terkait oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman
CONTOH          : seseorang berkomunikasi dengan orang lainnya secara langsung melalui media social

MEDIA TULISAN : bahasa yang digunakan melalui media tulis, tidak terkait ruang dan waktu sehingga diperlukan kelengkapan struktur sampai pada sasaran secara visual atau bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya
CONTOH        : seseorang berkomunikasi melalui media Koran atau majalah kepada orang lain secara tidak langsung

B. Ragam Bahasa Berdasarkan Situasi :
SITUASI RESMI        : bahasa yang biasa digunakan dalam suasana resmi atau formal
CONTOH        : seseorang yang melakukan pidato didepan orang lain secara langsung

SITUASI TIDAK RESMI : bahasa yang biasa digunakan dalam suasana tidak resmi
CONTOH        : seseorang mengirim surat kepada kerabat/keluarga dengan kalimat yang sederhana

SITUASI AKRAB : bahasa yang digunakan di antara orang yang memiliki hubungan yang sangat akrab dan intim
CONTOH         : Komunikasi yang dilakukan oleh seorang pasangan suami istri atau seseorang yang memiliki hubungan yang akrab/intim

SITUASI KONSULTASI : Ragam bahasa konsultasi Ketika kita mengunjunggi seorang dokter, ragam bahasa yang kita gunakan adalah ragam bahasa resmi. Namun, dengan berjalannya waktu terjadi alih kode. Bukan bahasa resmi yang digunakan, melainkan bahasa santai. Itulah ragam bahasa konsultasi.
CONTOH              : seorang anak yang berbicara kepada ibunya bahwa dia sakit

Minggu, 05 Juni 2016

ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI

BAB 9
PERLINDUNGAN KONSUMEN
9.1 Pengertian
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU No. 8 Tahun 1999, konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Di dalam perpustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara. Konsumen akhir adalah penggunaan atau pemanfaatan akhir dari suatu produk, sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. UU No. 8 Tahun 1999 adalah konsumen akhir.
Pelaku usaha merupakan orang atau lembaga yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Dengan demikian, pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan korporasi, BUMN, koperasi, important, pedagang, distributor, dan lain-lain.
9.2 Asas dan Tujuan
Perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yakni :
1.      Asas Manfaat
Asas manfaat adalah segala upaya dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2.      Asas Keadilan
Asas keadilan adalah memberikan kesempatan kepada konsumen danpelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3.      Asas Keseimbangan
Asas keseimbangan adalah memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil maupun spiritual.
4.      Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Asas keamanan dan keselamatan konsumen adalah untuk memberikan jaminan atas keaman dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pamakaian, dan pemanfaatan barang, dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5.      Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum yakni baik pelaku maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.
Sementara itu, tujuan perlindungan konsumen meliputi :
1.      Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
2.      Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan dari ekses negative pemakaian barang dan/atau jasa;
3.      Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menetukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4.      Menetapkan system perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapat informasi;
5.      Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
6.      Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
9.3 Hak dan Kewajiban Konsumen
Berdasarkan Pasal 4 dan 5 UU No. 8 Tahun 1999, hak dan kewajiban konsumen antara lain sebagai berikut:
1.      Hak Konsumen
a.       Hak atas kenyaman, keaman, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
b.      Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa, sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c.       Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
d.      Hak untuk didengar pendapar dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
e.       Hak untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f.       Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
g.       Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya, miskin, dan status sosial lainnya.
h.      Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
i.        Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2.      Kewajiban Konsumen
a.       Membaca, mengikuti petunjuk informasi, dan prosedur pemakaian, atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan.
b.      Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
c.       Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
d.      Mengikuti supaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
9.4 Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Berdasarkan Pasal 6 dan 7 UU No. 8 Tahun 1999 hak dan kewajiban pelaku adalah sebagai berikut :
1.      Hak Pelaku Usaha
a.       Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan atau jasa yang diperdagangkan.
b.      Hak untuk mendapat perlindungan hukum dan tindakan konsumen yang beritikas tidak baik.
c.       Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
d.      Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
e.       Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2.      Kewajiban Pelaku Usaha
a.       Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b.      Melakukan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta member penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan.
c.       Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan; pelaku uasaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.
d.      Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksidan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
e.       Member kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta member jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.
f.       Member kompensasi, ganti rugi dan/atau pergantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
g.       Memberi kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
9.5 Perbuatan yang DIlarang bagi Pelaku Usaha
Dalam Pasal  8 sampai dengan Pasal 17 UU No. 8 Tahun 1999 mengatur perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha adalah :
1.      Larangan dalam Memproduksi/Memperdagangkan
Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/jasa, misalnya :
a.       Tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan perundang-undangan;
b.      Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau neto, dan jumalah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c.       Tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d.      Tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
e.       Tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
f.       Tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan, atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
g.       Tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka aktu penggunaan/ pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h.      Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label;
i.        Tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat barang, ukuran, berat.isi bersih atau neto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;
j.        Tidak mencantumkaninformasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
Sementara itu, pelaku usaha yang melakukan pelanggaran atas larangan tersebut di atas, dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
Dengan demikian, pelaku usaha dilarang memperdagangkan persediaan farmasi dan pangan yang ruak, cacat atau bekas dan tercemar, dengn atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
2.      Larangan dalam Menawarkan/Mempromosikan/Mengiklankan
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah
a.       Barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
b.      Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
c.       Barang dan/atau jasa tersebut telah mendapat dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, cirri-ciri kerja atau aksesori tertentu;
d.      Barang dan/atau jasa tersebut dibuat oelh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
e.       Barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
f.       Barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g.       Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h.      Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i.        Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
j.        Menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko, atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
k.      Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
Dengan demikian, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar menyesatkan, misalnya :
a.       Harga atau tarif suatu barang dan/atau jasa;
b.      Kegunaan suatu barang dan/atau jasa;
c.       Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
d.      Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa, dilarang melakukan dengan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan, baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.
Sementara itu, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pasanan dilarang, misalnya :
a.       Tidak menepati pesanandan/atau kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan;
b.      Tidak menepati janji atau suatu pelayanan dan/atau prestasi.
3.      Larangan dalam Penjualan Secara Obral/Lelang
Pelaku usaha dalam penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan konsumen, antara lain :
a.       Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu;
b.      Menyatakan barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi;
c.       Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud menjual barang lain;
d.      Tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah cukup dengan maksud menjual barang yang lain;
e.       Tidak menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud menjual jasa yang lain;
f.       Menaikkan harga atau tariff barang dan/jasa sebelum emlakukan obral.
4.      Larangan dalam Periklanan
Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan, misalnya :
a.       Mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, dan harga barang dan/atau tarif jasa, serta ketepatan waktu penerimaan barang jasa;
b.      Mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;
c.       Memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;
d.      Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;
e.       Mengeksploitasi kejadian dan/atau sesorang tanpa seizing yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan;
f.       Melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
9.6 Klausula Baku dalm Perjanjian
Di dalam Pasal 18 UU No. 8 Tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian, antara lain:
1.      Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelau usaha;
2.      Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen;
3.      Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli konsumen;
4.      Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli konsumen secara angsuran;
5.      Mengatur perihalpembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
6.      Member hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual beli jasa;
7.      Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
8.      Menyatakan bahwa konsumen member kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggunagan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
9.7 Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Setiap pelaku usaha bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan. Tanggung gugat produk timbul dikarenakan kerugian yang di alami konsumen sebagai akibat dari “produk yang cacat”, bias dikarenakan kekurang cermatan dalam memproduksi, tidak sesuai dengan yang diperjanjikan/jaminan atau keslaahan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau melakukan perbuatan melawan hukum.
Didalam UU No. 8 Tahun 1999 diatur Pasal 19 samapi dengan Pasal 28. Dalam Pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen.
Sementara itu, Pasal 20 dan Pasal 21 mengatur beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian, sedangkan Pasal 22 menetukan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana telah diatur dalam Pasal 19.
Dengan demikian, peradilan pidana kasus konsumen menganut system beban pembuktian terbalik. Jika pelaku usaha menolak dan/atau tidak member tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi dan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan.
Di dalam Pasal 27 disebutkan hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila :
1.      Barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud untuk diedarkan;
2.      Cacat barang timbul pada kemudian hari;
3.      Cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;
4.      Kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;
5.      Lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan.
9.8 Sanksi

Sanksi yang diberikan oleh UU No.8 Tahun 1999, yang tertulis dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 63 dapat berupa sanksi administratif, dan sanksi pidana pokok, serta tambahan berupa perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hakim, pembayaran ganti rugi, perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen, kewajiban penarikan barang dari peredaran, atau pencabutan izin usaha.