BAB
9
PERLINDUNGAN
KONSUMEN
9.1 Pengertian
Berdasarkan
Pasal 1 angka 2 UU No. 8 Tahun 1999, konsumen adalah setiap orang pemakai
barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan
sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.
Di
dalam perpustakaan ekonomi dikenal istilah konsumen akhir dan konsumen antara.
Konsumen akhir adalah penggunaan atau pemanfaatan akhir dari suatu produk,
sedangkan konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai
bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. UU No. 8 Tahun 1999 adalah
konsumen akhir.
Pelaku
usaha merupakan orang atau lembaga yang berbentuk badan hukum maupun bukan
badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama
melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang
ekonomi.
Dengan
demikian, pelaku usaha yang termasuk dalam pengertian ini adalah perusahaan
korporasi, BUMN, koperasi, important, pedagang, distributor, dan lain-lain.
9.2 Asas dan Tujuan
Perlindungan
konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan lima asas yang
relevan dalam pembangunan nasional, yakni :
1.
Asas
Manfaat
Asas manfaat adalah segala upaya dalam
menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya
bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2.
Asas
Keadilan
Asas keadilan adalah memberikan kesempatan kepada
konsumen danpelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya
secara adil.
3.
Asas
Keseimbangan
Asas keseimbangan adalah memberikan keseimbangan
antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil
maupun spiritual.
4.
Asas
Keamanan dan Keselamatan Konsumen
Asas keamanan dan keselamatan konsumen adalah untuk
memberikan jaminan atas keaman dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pamakaian, dan pemanfaatan barang, dan/atau jasa yang dikonsumsi
atau digunakan.
5.
Asas
Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum yakni baik pelaku maupun
konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen serta negara menjamin kepastian hukum.
Sementara
itu, tujuan perlindungan konsumen meliputi :
1.
Meningkatkan
kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri;
2.
Mengangkat
harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan dari ekses negative
pemakaian barang dan/atau jasa;
3.
Meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, menetukan, dan menuntut hak-haknya sebagai
konsumen;
4.
Menetapkan
system perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapat informasi;
5.
Menumbuhkan
kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga
tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
6.
Meningkatkan
kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang
dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
9.3 Hak dan Kewajiban Konsumen
Berdasarkan
Pasal 4 dan 5 UU No. 8 Tahun 1999, hak dan kewajiban konsumen antara lain
sebagai berikut:
1.
Hak
Konsumen
a.
Hak
atas kenyaman, keaman, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
b.
Hak
untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa,
sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
c.
Hak
atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa.
d.
Hak
untuk didengar pendapar dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan.
e.
Hak
untuk mendapatkan advokasi perlindungan konsumen dan upaya penyelesaian sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
f.
Hak
untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
g.
Hak
untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah, pendidikan, kaya,
miskin, dan status sosial lainnya.
h.
Hak
untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang
dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.
i.
Hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2.
Kewajiban
Konsumen
a.
Membaca,
mengikuti petunjuk informasi, dan prosedur pemakaian, atau pemanfaatan barang
dan/atau jasa demi keamanan dan keselamatan.
b.
Beritikad
baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
c.
Membayar
sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
d.
Mengikuti
supaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
9.4 Hak dan Kewajiban Pelaku
Usaha
Berdasarkan
Pasal 6 dan 7 UU No. 8 Tahun 1999 hak dan kewajiban pelaku adalah sebagai
berikut :
1.
Hak
Pelaku Usaha
a.
Hak
untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan
nilai tukar barang dan atau jasa yang diperdagangkan.
b.
Hak
untuk mendapat perlindungan hukum dan tindakan konsumen yang beritikas tidak
baik.
c.
Hak
untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen.
d.
Hak
untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
e.
Hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
2.
Kewajiban
Pelaku Usaha
a.
Beritikad
baik dalam melakukan kegiatan usahanya.
b.
Melakukan
informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta member penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan.
c.
Memperlakukan
atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; pelaku
usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan pelayanan; pelaku
uasaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.
d.
Menjamin
mutu barang dan/atau jasa yang diproduksidan/atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
e.
Member
kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang dan/atau jasa
tertentu serta member jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau
yang diperdagangkan.
f.
Member
kompensasi, ganti rugi dan/atau pergantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
g.
Memberi
kompensasi ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
9.5 Perbuatan yang DIlarang bagi
Pelaku Usaha
Dalam
Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 UU No. 8
Tahun 1999 mengatur perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha adalah :
1.
Larangan
dalam Memproduksi/Memperdagangkan
Pelaku usaha dilarang memproduksi
dan/atau memperdagangkan barang dan/jasa, misalnya :
a.
Tidak
memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan perundang-undangan;
b.
Tidak
sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau neto, dan jumalah dalam hitungan
sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c.
Tidak
sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran
yang sebenarnya;
d.
Tidak
sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran sebagaimana
dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
e.
Tidak
sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau
penggunaan tertentu sebagimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang
dan/atau jasa tersebut;
f.
Tidak
sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan,
atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
g.
Tidak
mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka aktu penggunaan/ pemanfaatan yang
paling baik atas barang tertentu;
h.
Tidak
mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal”
yang dicantumkan dalam label;
i.
Tidak
memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat barang, ukuran,
berat.isi bersih atau neto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat
sampingan, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan
yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;
j.
Tidak
mencantumkaninformasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa
Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Selain
itu, pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas,
dan tercemar tanpa informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
Sementara
itu, pelaku usaha yang melakukan pelanggaran atas larangan tersebut di atas,
dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya
dari peredaran.
Dengan
demikian, pelaku usaha dilarang memperdagangkan persediaan farmasi dan pangan
yang ruak, cacat atau bekas dan tercemar, dengn atau tanpa memberikan informasi
secara lengkap dan benar.
2.
Larangan
dalam Menawarkan/Mempromosikan/Mengiklankan
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan,
mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau
seolah-olah
a.
Barang
tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar
mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna
tertentu;
b.
Barang
tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
c.
Barang
dan/atau jasa tersebut telah mendapat dan/atau memiliki sponsor, persetujuan,
perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, cirri-ciri kerja atau aksesori
tertentu;
d.
Barang
dan/atau jasa tersebut dibuat oelh perusahaan yang mempunyai sponsor,
persetujuan atau afiliasi;
e.
Barang
dan/atau jasa tersebut tersedia;
f.
Barang
tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
g.
Barang
tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h.
Barang
tersebut berasal dari daerah tertentu;
i.
Secara
langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
j.
Menggunakan
kata-kata yang berlebihan seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung
risiko, atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
k. Menawarkan sesuatu yang
mengandung janji yang belum pasti.
Dengan
demikian, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan
untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau
membuat pernyataan yang tidak benar menyesatkan, misalnya :
a. Harga atau tarif suatu barang
dan/atau jasa;
b.
Kegunaan
suatu barang dan/atau jasa;
c.
Kondisi,
tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang dan/atau jasa;
d. Tawaran potongan harga atau
hadiah menarik yang ditawarkan;
Pelaku
usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa, dilarang melakukan dengan cara
pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan, baik fisik maupun
psikis terhadap konsumen.
Sementara
itu, pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pasanan
dilarang, misalnya :
a. Tidak menepati pesanandan/atau
kesepakatan waktu penyelesaian sesuai dengan yang dijanjikan;
b.
Tidak
menepati janji atau suatu pelayanan dan/atau prestasi.
3.
Larangan
dalam Penjualan Secara Obral/Lelang
Pelaku usaha dalam penjualan yang
dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui/menyesatkan
konsumen, antara lain :
a.
Menyatakan
barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu;
b.
Menyatakan
barang dan/atau jasa tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi;
c.
Tidak
berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud menjual
barang lain;
d.
Tidak
menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah cukup dengan maksud
menjual barang yang lain;
e.
Tidak
menyediakan jasa dalam kapasitas tertentu atau dalam jumlah cukup dengan maksud
menjual jasa yang lain;
f.
Menaikkan
harga atau tariff barang dan/jasa sebelum emlakukan obral.
4.
Larangan
dalam Periklanan
Pelaku usaha periklanan dilarang
memproduksi iklan, misalnya :
a.
Mengelabui
konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, dan harga barang
dan/atau tarif jasa, serta ketepatan waktu penerimaan barang jasa;
b.
Mengelabui
jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;
c.
Memuat
informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa;
d.
Tidak
memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;
e.
Mengeksploitasi
kejadian dan/atau sesorang tanpa seizing yang berwenang atau persetujuan yang
bersangkutan;
f.
Melanggar
etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
9.6 Klausula Baku dalm Perjanjian
Di
dalam Pasal 18 UU No. 8 Tahun 1999, pelaku usaha dalam menawarkan barang
dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau
mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian, antara
lain:
1.
Menyatakan
pengalihan tanggung jawab pelau usaha;
2.
Menyatakan
bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli
konsumen;
3.
Menyatakan
bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan uang yang dibayarkan atas barang
dan/atau jasa yang dibeli konsumen;
4.
Menyatakan
pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun
tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan
barang yang dibeli konsumen secara angsuran;
5.
Mengatur
perihalpembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang
dibeli oleh konsumen;
6.
Member
hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi
objek jual beli jasa;
7.
Menyatakan
tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan
dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa
konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya;
8.
Menyatakan
bahwa konsumen member kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak
tanggunagan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli oleh
konsumen secara angsuran.
9.7 Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Setiap
pelaku usaha bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Tanggung gugat produk timbul dikarenakan kerugian yang di alami konsumen
sebagai akibat dari “produk yang cacat”, bias dikarenakan kekurang cermatan
dalam memproduksi, tidak sesuai dengan yang diperjanjikan/jaminan atau
keslaahan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Dengan kata lain, pelaku usaha
ingkar janji atau melakukan perbuatan melawan hukum.
Didalam
UU No. 8 Tahun 1999 diatur Pasal 19 samapi dengan Pasal 28. Dalam Pasal 19
mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan
atau diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran,
kerusakan, kerugian konsumen.
Sementara
itu, Pasal 20 dan Pasal 21 mengatur beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa
menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian, sedangkan Pasal 22
menetukan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus
pidana sebagaimana telah diatur dalam Pasal 19.
Dengan
demikian, peradilan pidana kasus konsumen menganut system beban pembuktian terbalik.
Jika pelaku usaha menolak dan/atau tidak member tanggapan dan/atau tidak
memenuhi ganti rugi dan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan
peradilan di tempat kedudukan.
Di
dalam Pasal 27 disebutkan hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung
jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila :
1.
Barang
tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud untuk
diedarkan;
2.
Cacat
barang timbul pada kemudian hari;
3.
Cacat
timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;
4.
Kelalaian
yang diakibatkan oleh konsumen;
5.
Lewatnya
jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu
yang diperjanjikan.
9.8 Sanksi
Sanksi yang diberikan oleh UU No.8 Tahun 1999, yang tertulis dalam Pasal 60 sampai dengan Pasal 63 dapat berupa sanksi administratif, dan sanksi pidana pokok, serta tambahan berupa perampasan barang tertentu, pengumuman keputusan hakim, pembayaran ganti rugi, perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen, kewajiban penarikan barang dari peredaran, atau pencabutan izin usaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar